PHE ONWJ Luncurkan Program Ekraf Serabut Kelapa untuk Istri Nelayan Indramayu
INDRAMAYU, (nusantaraindonesia.id),- Tumpukan limbah serabut kelapa, yang selama ini kerap terabaikan di Kabupaten Indramayu, kini berhasil disulap menjadi produk bernilai ekonomi tinggi.
PT Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ) meresmikan program “Pemberdayaan Istri Nelayan Berbasis Ekonomi Kreatif Melalui Serabut Kelapa” dengan menyerahkan fasilitas mesin produksi di Desa Eretan Wetan, Kecamatan Kandanghaur, Indramayu, pada Selasa (21/10/2025).
Program ini dirancang sebagai solusi ganda, yaitu mengelola limbah lingkungan sekaligus menciptakan sumber pendapatan alternatif yang tangguh bagi keluarga nelayan. Melalui teknologi tepat guna, para istri nelayan kini dibekali kemampuan untuk mengolah limbah serabut kelapa menjadi coco rope (tali tambang), sebuah komoditas dengan pasar yang terbuka lebar.
Inisiatif ini mendapat sambutan hangat dari pemerintah daerah. Camat Kandanghaur, Rusyad Nurdin, yang hadir dalam peresmian, mengapresiasi terobosan yang dilakukan PHE ONWJ. Ia berpesan agar peluang emas ini dimanfaatkan secara maksimal oleh kelompok masyarakat penerima.
“Kami mengucapkan terima kasih atas perhatian PHE ONWJ kepada masyarakat kami. Ini bukan ‘mainan kelereng’, ini sebuah konsep hebat. Pesan saya kepada kelompok, peluang ini harus dimanfaatkan semaksimal mungkin. Jangan sampai alat yang sudah dibikin, hanya tergeletak di gudang,” tegas Rusyad.
Ia menekankan, program ini harus memiliki sasaran yang jelas, terutama dalam penetrasi pasar. “Konsep hebat dari PHE ONWJ ini harus kita maksimalkan sehingga warga kita bisa benar-benar diberdayakan secara berkelanjutan,” tambahnya.
Secara teknis, program ini memiliki potensi signifikan. Ketua Komite Pemberdayaan Masyarakat Kecamatan Kandanghaur, Nanang Rianto, menjelaskan, bahan baku serabut kelapa sangat melimpah, berasal dari pabrik dan para pengusaha kelapa di sekitar Kandanghaur.
“Tahap pertama, limbah serabut kelapa akan diolah menjadi coco rope. Sesuai kapasitas mesin, kelompok ini mampu memproduksi 60 kilogram per hari, yang jika dikalkulasi dapat memberi pendapatan kotor sekitar Rp360.000 per hari,” jelas Nanang. Pada tahap awal, program ini langsung menyerap lima tenaga kerja dan mampu mengolah 4,5 ton bahan baku per bulan.
Nanang menambahkan, visi jangka panjang program ini adalah kemandirian alat tangkap nelayan. “Jika produksi coco rope sudah stabil, tahap selanjutnya adalah mengolahnya menjadi coco mesh atau jaring yang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan alat tangkap nelayan,” imbuhnya.
Dukungan juga hadir dari tingkat provinsi. Kepala UPTD PPHH Dinas Kehutanan Jawa Barat, Donny Djatmiko, menyatakan bahwa pemerintah sangat mendukung program berbasis pemberdayaan dan lingkungan. “Kami berharap program ini bisa terus berkembang, tidak hanya dari sisi ekonomi, tetapi juga memberi dampak yang lebih luas ke arah pelestarian lingkungan,” kata Donny.
Head of Communication, Relations & CID PHE ONWJ, R. Ery Ridwan, menyatakan bahwa program ini adalah manifestasi nyata dari nilai “Kolaboratif” dan “Adaptif” yang dianut seluruh anak perusahaan Pertamina. Perusahaan, menurutnya, tidak hanya hadir di ruang-ruang operasional, tetapi wajib hadir sebagai bagian dari solusi atas tantangan sosial dan lingkungan di wilayah kerjanya.
“Kami melihat serabut kelapa ini sebagai ‘emas cokelat’ yang terabaikan. Di satu sisi, ini adalah limbah yang kerap diabaikan. Di sisi lain, ini adalah peluang,” ujar Ery. “Program ini adalah jembatan yang menghubungkan masalah tersebut dengan solusi ekonomi, secara spesifik memberdayakan para istri nelayan yang merupakan tulang punggung ketahanan ekonomi keluarga.”
Ery menegaskan, program ini merupakan implementasi nyata dari prinsip ekonomi sirkular yang sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). “Kita tidak hanya bicara soal SDG poin 8 (Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi) atau poin 5 (Kesetaraan Gender), tapi kita juga menyentuh langsung poin 12 (Produksi dan Konsumsi Bertanggung Jawab). Kami tidak sekadar memberi bantuan alat, tapi membangun sebuah ekosistem bisnis baru dari nol, yang bahan bakunya ada di halaman rumah mereka sendiri,” paparnya.
Lebih lanjut, Ery menambahkan bahwa inisiatif ini merupakan dukungan langsung terhadap visi besar pemerintah dalam penguatan ekonomi kerakyatan. Program ini, lanjutnya, adalah bentuk hilirisasi di tingkat akar rumput yang sejalan dengan fokus Pemerintah Indonesia saat ini.
“Pemerintah sangat menekankan pentingnya swasembada dan penguatan industri dalam negeri. Apa yang kita lakukan di Eretan Wetan ini adalah inisiatif hilirisasi skala mikro. Kita mengambil bahan mentah yang notabene adalah limbah, dan memberinya nilai tambah signifikan menggunakan teknologi tepat guna,” tutup Ery. (*)