INDRAMAYU, (nusantaraindonesia.id),- Sejumlah penyalur pupuk bersubsidi di Kabupaten Indramayu Jawa Barat, mengeluhkan penggunaan aplikasi Tebus Pupuk Bersubsidi (T-Pubers) dan Kartu Tani. Akibatnya, mereka harus mengeluarkan biaya lebih karena dianggap menyalurkan pupuk bersubsidi melebihi jatah yang telah ditentukan.


Hal ini disampaikan salah seorang penyalur pupuk di Desa/Kecamatan Krangkeng Kabupaten Indramayu, Dadan (48). Ia mengaku harus mengeluarkan biaya mencapai hampir Rp2 juta, akibat dianggap melebihi jatah penyaluran pupuk bersubsidi.


"Keuntungan penyaluran pupuk itu berapa sih? Tapi tiba-tiba saya mendapat tagihan sebesar hampir Rp2 juta," ungkapnya kepada nusantaraindonesia.id, Selasa, (22/8).


Tak hanya dirinya, klaim kelebihan penyaluran pupuk bersubsidi juga dirasakan penyalur yang lain. Tak tanggung-tanggung, jumlahnya hingga mencapai puluhan juta rupiah.


"Kalau saya mungkin belum seberapa besar. Kios pupuk yang lain bahkan ada yang mencapai Rp20 juta," imbuhnya.


Pangkal masalahnya terletak pada penggunaan dua aplikasi yang berbeda, yakni T-Pubers dan Kartu Tani dalam mekanisme penebusan pupuk bersubsidi oleh petani. Dengan perbedaan dua aplikasi yang digunakan, maka sumber data yang ada di dalamnya juga akan berbeda.


"Contoh kasusnya adalah ketika ada petani yang menebus seluruh jatah pupuk bersubsidi dengan menggunakan T-Pubers, di masa tanam rendeng. Sementara pada musim tanam gaduh, petani yang sama kembali menebus seluruh pupuk bersubsidi namun menggunakan Kartu Tani. Ini tidak akan terdeteksi karena memang aplikasi dan sumber datanya berbeda, dan inilah yang disebut sebagai kelebihan penyaluran pupuk bersubsidi," jelasnya.


Meski telah mengajukan keberatan, dirinya bersama penyalur yang lain tidak dapat berbuat banyak. Ia hanya diberikan kelonggaran waktu pembayaran, hingga beberapa bulan ke depan.


"Kami tetap dianggap melebihi alokasi penyaluran pupuk bersubsidi. Tidak ada keringanan, hanya kelonggaran waktu pembayaran saja," tandasnya.


Ia berharap pemerintah sebagai pemangku kebijakan, segera melakukan sinkronisasi data antar dua aplikasi yang digunakan. Sehingga kasus kelebihan penyaluran pupuk bersubsidi, tidak akan terulang di kemudian hari.


"Kalau memang dua aplikasi tersebut masih digunakan secara bersamaan, kami minta ada sinkronisasi data antara keduanya. Karena bagi kami, ini seperti jebakan batman yang membuat kami harus menanggung kerugian," pungkasnya.


Untuk diketahui, T-Pubers merupakan aplikasi digital berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK), hasil kerja sama PT Pupuk Indonesia dengan Kementerian Pertanian Republik Indonesia. Namun hingga kini, mekanisme penebusan pupuk bersubsidi dengan aplikasi ini masih dilakukan secara manual. Yakni dengan menunjukkan Kartu Tanda Penduduk (KTP) bagi petani yang terdaftar pada Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK).


Sementara Kartu Tani adalah kartu yang dirancang khusus untuk mengalokasikan pupuk subsidi kepada kaum petani, oleh bank yang telah ditunjuk pemerintah. Sumber datanya berasal dari pendataan dan verifikasi lapangan data RDKK oleh Petugas Penyuluh Lapangan (PPL), yang kemudian diserahkan kepada bank yang ditunjuk untuk diterbitkan Kartu Tani. (Ucup Supriyatno/ NI)