INDRAMAYU, (nusantaraindonesia.id),- Sejumlah petani garam di Kabupaten Indramayu mulai kesulitan mengumpulkan air laut untuk dialirkan ke lahan luas sebagai proses awal pembuatan garam. 

Medi (33), petani garam asal Desa Luwunggesik Kecamatan Krangkeng Kabupaten Indramayu mengaku mulai kesulitan mendapatkan air laut yang merupakan bahan baku dalam pembuatan garam. 


Hal tersebut dikarenakan selain lokasi lahannya yang jauh dari laut, juga tempat untuk mengumpulkan air laut melalui saluran irigasi yang dikhususkan untuk membuat garam menggunakan teknik layaknya teknik pasang surut, sudah mengering.

"Sudah tidak bisa maksimal hasil panennya karena robnya kecil. Sehingga penampungan air lautnya sudah mengering," ucapnya.

Medi yang memiliki 8 petak lahan garam di blok Tenggeran itu, hanya bisa mengairi per petaknya 2 centimeter air laut untuk dijemur di bawah terik matahari yang nantinya akan menguap dan membentuk butiran-butiran kristal yang akan menjadi garam.

"Airnya tipis cuma 2 centimeter sehingga hasil panennya cuma 5 kwintal saja per petaknya," ungkapnya.

Berbeda dengan diawal mulai produksi garam, ia mampu menghasilkan garam sebanyak 2 ton garam per petaknya.

"Satu petak dengan ukuran 4x26 meter bisa panen sampai 2 ton garam. Itu karena penampungan air lautnya maksimal sampai 5 centimeter," jelasnya. (Abdul Jaelani/ NI)