Yogyakarta, (nusantaraindonesia.id),- Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) DIY, Pembajun Setyaningastutie menegaskan penyakit antraks tidak menular dari manusia ke manusia, tetapi dari hewan ke manusia. Hal ini guna menjawab kekhawatiran masyarakat akan penularan penyakit tersebut, terlebih dengan adanya warga yang meninggal dunia usai terpapar antraks.

"Satu yang perlu digarisbawahi penyakit antraks itu tidak menular dari manusia ke manusia. Jadi tidak ada kemudian kena antraks terus bisa menularkan pada yang lain, tidak. Pasti dari hewan ke manusia karena antraks termasuk salah satu penyakit zoonosis atau penyakit yang berasal dari binatang," tuturnya. Kamis (06/07/2023).

Pembajun menjelaskan antraks kepada manusia bisa menyerang di kulit, pernapasan dan pencernaan. Jika muncul di kulit biasanya manusia itu bersentuhan dengan baik itu hewan ternak yang positif antraks. Sedangkan yang menyerang pernapasan, berasal dari spora di dalam hewan ternak yang telah mati karena positif antraks lalu terhirup manusia. Kalau antraks pencernaan karena mengonsumsi daging atau apa pun dari ternak yang sudah positif antraks.

"Dinkes langsung melakukan sero survei pada 125 sampel setelah ada kasus satu warga meninggal dunia dan positif antraks. Sebanyak 87 orang yang terdeteksi sero positif atau suspek dalam kondisi yang baik dan tidak perlu mendapat perawatan di rumah sakit," lanjutnya.

Entomolog Kesehatan Dinkes DIY, Rega Darmawan menyampaikan seluruh suspek antraks di Gunungkidul akan menjalani diperiksa sampel darahnya lagi pada Jumat (07/07/2023). Langkah ini diambil guna memastikan suspek tersebut positif antraks atau tidak. Pada kasus positif antraks diperlukan dua kali pemeriksaan sampel darah atau sero survei. Pada setiap sero survei akan ada penetapan seropositif.

"Positif untuk antraks itu sebenarnya bisa dikatakan positif kalau sudah dilakukan dua kali pemeriksaan dan itu dua-duanya seropositif. Apabila sebelumnya sudah diperiksa hasilnya positif, kemudian minimal 10 hari setelahnya diperiksa lagi, dia seropositif lagi, itu artinya positif," jelasnya.

Mencuatnya kasus antraks di Gunungkidul ini tidak serta merta membuat Pemda setempat menetapkan status kejadian luar biasa atau KLB. Penetapan KLB dikeluarkan berdasarkan
Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) RI No. 1501 Tahun 2010 tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu yang Dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangan.

Penetapan KLB mengacu pada sejumlah faktor, antara lain kasus yang terjadi pada saat ini lonjakannya sudah dua kali lipat atau lebih dibandingkan tahun atau periode sebelumnya. Selain itu, penentuan KLB juga melihat faktor jumlah kematian meningkat 50 persen dalam kurun waktu yang sama. Kemudian angka proporsi kasus kejadian juga naik daripada periode sebelumnya.

“Melihat peningkatan kasus antraks di Gunungkidul apabila mengacu permenkes sudah KLB sejak 2019 lalu. Dengan kata lain saat kasus antraks pertama itu muncul,” pungkas Pembajun. (Red)