INDRAMAYU, (nusantaraindonesia.id), - Musim kemarau tak hanya mendatangkan kesulitan semata. Bagi petani garam, kemarau panjang justru mendatangkan berkah yang berlimpah.

Seperti yang dialami petani garam di Desa Luwunggesik Kecamatan Krangkeng Kabupaten Indramayu Jawa Barat. Salah satunya adalah Sulthon (26).

Menurutnya, musim kemarau saat ini mendatangkan banyak keuntungan bagi petani garam seperti dirinya. Air laut yang dialirkan ke petak-petak tambak garam, menjadi cepat mengkristal menjadi butiran-butiran garam yang putih berkilau.

"Alhamdulillah musim kemarau tahun ini banyak memberikan keuntungan bagi kami, khususnya petani garam di Desa Luwunggesik Kecamatan Krangkeng. Tiupan angin yang cukup kencang, makin mempercepat proses terbentuknya garam," ungkapnya kepada nusantaraindonesia.id, Kamis (20/7).

Dalam kondisi cuaca yang terik dan menyengat seperti saat ini, petani garam mampu menghasilkan hingga satu ton garam per hari untuk setiap hektar. Dan semakin lama musim kemarau berlangsung, butiran-butiran kristal putih pun makin menggunung dan menjadi pundi-pundi Rupiah bagi petani garam.

"Bagi kami, kemarau panjang berarti jalan penghidupan petani garam untuk menafkahi keluarga. Dan ini bisa menjadi tabungan untuk kami, kelak di saat musim penghujan," imbuhnya.

Hal senada disampaikan Suparjo (40). Selain hasil panen yang meningkat saat musim kemarau, harga garam krosok di tingkat petani juga cukup tinggi.

"Harga garam krosok di tingkat petani saat ini mencapai Rp2500 per kilogram. Dengan harga seperti saat ini, kebanyakan petani langsung menjual langsung ke tengkulak tanpa ditimbun terlebih dahulu," katanya.

Namun, ia berharap pemerintah memiliki keberpihakan kepada rakyat kecil. Salah satunya dengan penerapan regulasi yang tepat dan sesuai, sehingga harga garam memiliki standar baku dan bisa stabil sepanjang waktu.

"Harga garam saat ini bisa tinggi karena permintaan yang banyak, sementara hasil panen masih terbatas. Namun di saat panen raya dan produksi garam berlimpah, garam di tingkat petani bahkan hanya dihargai di kisaran Rp100 per kilogram dan ini sangat tidak sebanding dengan ongkos produksi yang telah dikeluarkan petani," pungkasnya. (Abdul Jaelani/NI)