INDRAMAYU, - Nelayan di Kabupaten Indramayu sering mengalami perselisihan antar sesama nelayan saat menangkap ikan di laut, meskipun dengan alat tangkap yang berbeda, namun nelayan mencari ikan dengan areal tangkap yang sama di perairan tengah laut saat akan menangkap ikan bersamaan.


Hal itu terungkap saat para nelayan mengungkapkan keluh kesahnya dalam kegiatan sosialisasi Undang-undang No.7 Tahun 2016 oleh anggota DPR RI Komisi IV, Ono Surono ST, di Desa Dadap Kecamatan Juntinyuat Kabupaten Indramayu, Rabu (28/02/2018).

Durakman, nelayan asal Desa Dadap menuturkan, saat mencari ikan ditengah laut seringkali berurusan dengan sesama nelayan jaring teri dan jaring udang, yang menangkap ikan di areal tangkap yang sama, sehingga ia berharap ada solusi lain agar tidak sampai terjadi konflik berkepanjangan.

“Misal kita mau tabur jaring udang dan ada nelayan dengan jaring teri, padahal kita (jaring udang,red) hanya sekali tabur saja, agar udangnya saja yang kena, tapi kadang ya berebut dengan jaring teri,” jelasnya

Akibatnya, seringkali terjadi perselisihan konflik adu mulut dilokasi tersebut, bahkan juga berlanjut sampai berkepanjangan hingga di darat.

Sementara, Kepala Desa Dadap, Asyriqin mengatakan, masyarakat Desa Dadap yang mayoritas merupakan nelayan, lebih tepat dengan adanya sosialisasi undang-undang terkait nelayan tersebut.

“70 persen masyarakat Dadap merupakan nelayan, selebihnya menjadi petani, pedagang dan profesi lainnya,” kata dia

Menanggapi hal tersebut, Ono Surono mengungkapkan, Undang-undang No.7 Tahun 2016 sebagai perlindungan dan pemberdayaan nelayan, pembudidaya ikan dan pertambak garam.

Ia menjelaskan, dalam undang-undang tersebut untuk mengatur perlindungan dan pemberdayaan nelayan kecil, nelayan tradisional, nelayan buruh dan nelayan pemilik.

“Nelayan kecil adalah nelayan yang melakukan penangkapan ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, baik yang tidak menggunakan kapal penangkap ikan maupun yang menggunakan kapal penangkap ikan berukuran paling besar 10 GT,” paparnya

Nelayan tradisional, lanjut Ono, adalah nelayan yang melakukan penangkapan ikan di perairan yang merupakan hak perikanan tradisional yang telah dimanfaatkan secara turun-temurun sesuai dengan budaya dan kearifan lokal.

Sementara, nelayan buruh adalah nelayan yang menyediakan tenaganya yang turut serta dalam usaha penangkapan ikan.

“Kemudian nelayan pemilik, yaitu nelayan yang memiliki kapal penangkap Ikan yang digunakan dalam usaha penangkapan ikan dan secara aktif melakukan penangkapan ikan,” terangnya.

Dikatakannya, pengelolaan perikanan sangat bergantung pada sumber daya ikan yang pemanfaatannya dilakukan oleh nelayan. Permasalahan yang dihadapi nelayan, antara lain adalah ancaman ketersediaan bahan bakar minyak, pencurian Ikan, penangkapan ikan berlebih (overfishing), serta perubahan iklim, cuaca, dan tinggi gelombang laut.

Selain perlindungan bagi nelayan, Ono juga memaparkan terkait pemberdayaan bagi nelayan, yang dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan, penyuluhan dan pendampingan, kemitraan usaha, kemudahan akses ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi, dan penguatan Kelembagaan.